Negara seremonial


Aku memperlamban langkahku menuju ke tangga MRT ketika melihat seorang petugas kebersihan tampak sedang berusaha membantu rekannya untuk berfoto dengan hasil pekerjaannya. Sesuatu yang lazim terjadi, mungkin sejak adanya teknologi.

Beberapa kali aku pun sempat melihat polisi melakukan hal sama. Satu sama lain, mereka mengabadikan rekannya ketika melakukan pekerjaan mereka. Mungkin untuk laporan, pikirku.

Namun malam ini aku terpikir hal lain. Kenapa hal tersebut seakan jadi norma baru di masyarakat kita? Sejak kapan seremoni dan dokumentasi menjadi tolak ukur keberhasilan pekerjaan?

Memikirkan hal tersebut, aku jadi teringat tahun lalu ketika mantan menteri kesehatan sebelumnya mengadakan perayaan untuk tiga pasien covid-19 pertama yang berhasil sembuh. Apa artinya seremoni ketika sampai sekarang, pandemi pun masih terus berlangsung?

Aku pun jadi beralih memikirkan tentang betapa negara ini seperti negara seremonial saja. Pertanggung jawaban dibuktikan melalui dokumentasi, upacara, dan perayaan. Apakah kita tidak punya KPI yang lain?

Seremoni bukanlah tolak ukur keberhasilan. Dokumentasi bukanlah indikator utama selesainya suatu pekerjaan. Aku harap, sebelum kebiasaan ini mendarah daging, kita segera menyadarinya.